PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP BUDAYA ORGANISASI
Di Susun Oleh :
1.
PERI PADLI
2.
RUSITA NUR KHASANAH
3.
LUSI SUSANTI
4.
JESY NOVIA
5.
ABDUL HALIM
6.
AMAR MA’RUF
Semester : VIII (Delapan) Malam
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Sampit
Kampus : JL.Walter Condrat
Kelurahan Baamang Hilir Kecamatn Baamang
Sampit Kabupaten
Kotawaringin Timur Provinsi Kalimantan Tengah
Telp/Fax.(0531)22721
Email : stie.sampit@yahoo.co.id
*Gaya Kepemimpinan
(Leadership Style)
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi
kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa
istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Penelitian
akuntansi keperilakuan (behavior) tentang gaya kepemimpinan, budaya organisasi,
dan komitmen organisasi terhadap kinerja pada perusahaan bisnis manufaktur
sudah sering dilakukan, tetapi masih jarang sekali dilakukan penelitian pada
perusahaan bisnis non-manufaktur, seperti KAP dengan responden auditor
independen. Oleh karena itu, dengan merujuk teori Otley (1980), maka isu
sentral dari penelitian ini adalah: (1) Peneliti ingin membuktikan secara
empiris, apakah independensi auditor dan komitmen organisasi sebagai variabel
intervening akan memediasi pengaruh pemahaman good governance, gaya
kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja auditor. (2) Mengembangkan
dan melakukan kajian lebih lanjut penelitian terdahulu yang masih kontroversi,
dan (3) Membuktikan secara empiris, hasil penelitian selanjutnya akan sama
ataukah berbeda apabila dilakukan pada KAP.
Fleishman
et al., dalam Gibson (1996) telah meneliti gaya kepemimpinan di Ohio State
University tentang perilaku pemimpin melalui dua dimensi, yaitu: consideration
dan initiating structure. Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan
yang menggambarkan kedekatan hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya
saling percaya, kekeluargaan, menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi
antara pimpinan dengan bawahan. Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi
menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan parsial. Initiating structure
(struktur inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa
pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung
membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, menjelaskan cara mengerjakan
tugas yang benar. Teori kepemimpinan perilaku (behavioral) mengatakan bahwa
gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap
efektivitas kelompok kerja (Kreitner dan Kinicki, 2005:302). Kelompok kerja
dalam perusahaan merupakan pengelompokan kerja dalam bentuk unit kerja dan
masing-masing unit kerja itu dipimpin oleh seorang manajer. Gaya manajer untuk
mengelola sumber daya AMKP-02 13 manusia dalam suatu unit kerja
akan berpengaruh pada peningkatan kinerja unit, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Selanjutnya, teori
kepemimpinan perilaku (behavioral) berasumsi bahwa gaya kepemimpinan oleh
seorang manajer dapat dikembangkan dan diperbaiki secara sistematik.
*Budaya Organisasi (Organization Culture)
Terminologi mengenai budaya organisasi tampaknya tidak
dapat didefinisikan secara singkat. Ada beberapa pengertian yang menjelaskan
tentang hal ini. Pengertian budaya organisasi yang diturunkan dari pengertian
”corporate culture” merupakan nilai-nilai dominan atau kebiasaan dalam suatu
organisasi perusahaan yang disebarluaskan dan diacu sebagai filosofi kerja
karyawan. Menurut Siagian (2002:201) budaya organisasi mengacu ke suatu sistem
makna bersama yang dianut anggotaanggota yang membedakan perusahaan itu
terhadap perusahaan lain. Disisi lain, budaya organisasi juga sering diartikan
sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi karyawan dan konsumen.
Berdasarkan berbagai asumsi tersebut, hal penting yang perlu ada dalam definisi
budaya organisasi adalah suatu sistem nilai yang dirasakan maknanya oleh
seluruh orang dalam perusahaan. Selain dipahami, seluruh jajaran menyakini
sistem nilai tersebut sebagai landasan gerak perusahaan. Gibson et al.
(1996:42) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem nilai-nilai,
keyakinan dan norma-norma yang unik, dimiliki secara bersama oleh anggota suatu
organisasi. Budaya organisasi dapat menjadi kekuatan positif dan negatif dalam
mencapai prestasi organisasi yang efektif. Kotter dan Heskett (1992) menyatakan
bahwa budaya dalam organisasi merupakan nilai yang dianut bersama oleh anggota
organisasi, cenderung membentuk perilaku kelompok. Nilai-nilai sebagai budaya
organisasi cenderung tidak terlihat maka sulit berubah. Norma perilaku kelompok
yang dapat dilihat, tergambar pada pola tingkah laku dan gaya anggota
organisasi relatif dapat berubah. Hellriegel et al. (1989:302) mendefinisikan
budaya organisasi sebagai gabungan atau integrasi dari falsafah, ideologi,
nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, harapan-harapan, sikap dan norma. Hofstede
(1994:4) budaya organisasi merupakan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari
suatu kelompok sosial, yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain.
Siagian (2002:200) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan salah satu
variabel penting bagi seorang pemimpin, karena budaya organisasi
mencerminkan nilai-nilai dan menjadi pedoman bagi anggota organisasi.
*Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Komitmen
Organisasi
Kelompok kerja dalam perusahaan merupakan
pengelompokan kerja dalam bentuk unit kerja dan masing-masing unit kerja itu
dipimpin oleh seorang manajer. Gaya manajer untuk mengelola sumber daya manusia
dalam suatu unit kerja akan berpengaruh pada peningkatan kinerja unit, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Selanjutnya, teori kepemimpinan (Kreitner dan kinichi, 2000) berasumsi bahwa
gaya kepemimpinan oleh seorang manejer dapat dikembangkan dan diperbaiki secara
sistematik Avolio et al. (2004) menguji psychological empowerment sebagai
mediasi hubungan kepemimpinan transformational dengan komitmen organisasional.
Mereka juga menguji bagaimana structural distance (kepemimpinan langsung dan
tidak langsung) antara para pimpinan sebagai pemoderasi hubungan antara
transformational leadership dan komitmen organisasional. Hasil analisanya
menunjukkan bahwa psychological empowerment memediasi hubungan antara
transformational leadership dan komitmen organisasional. Dengan cara yang sama
structural distance antara pimpinan sebagai pemoderasi hubungan antara
transformational leadership dan komitmen organisasional. Jean Lee (2005)
menguji pengaruh kepemimpinan dan perubahan anggota pimpinan terhadap komitmen
organisasi. Hasil penelitiannya menemukan bahwa transformational leadership
berhubungan positif dengan dimensi leader-member exchange (LMX) dan komitmen
organisasional. Kualitas LMX juga memediasi hubungan antara leadership dengan
komitmen organisasional. Bagi seorang pemimpin dalam menghadapi situasi yang
menuntut aplikasi gaya kepemimpinannya dapat melalui beberapa proses seperti:
memahami gaya kepemimpinannya, mendiagnosa suatu situasi, menerapkan gaya
kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan situasi atau dengan mengubah situasi
agar sesuai dengan gaya kepemimpinannya. Hal ini akan mendorong timbulnya
itikad baik atau komitmen anggota terhadap organisasi yang menaunginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar